Bank Sentral Bangladesh Dibobol Hacker, Rp 1,06 Triliun Ludes


Hacker berhasil mencuri uang senilai US$ 81 juta atau sekitar Rp 1,06 triliun dari bank sentral Bangladesh melalui serangkaian transfer di rekening mereka di Federal Reserve Bank of New York (The Fed).

Melansir laman Forbes, Sabtu (18/3/2016), pembobol tersebut mencoba mencuri lagi uang tambahan senilai US$ 850-US$ 870 miliar atau setara dengan Rp 11,1 - Rp 11,4 triliun. Namun, upaya kejahatan itu berhasil digagalkan lantaran ada kecurigaan atas transaksi tersebut.

Setelah pencurian tersebut diungkap, ada dua hal yang diketahui. Pertama, operasi pembajakan memperlihatkan betapa besarnya skala kejahatan siber yang dilakukan.

Bisa diketahui bahwa para penjahatnya kini lebih berani dan teliti dibandingkan sebelumnya. Kedua, lembaga keuangan harus belajar untuk mengatasi kelemahan yang ada di saluran perbankan global.

BACA JUGA
Google Bakal Jual Perusahaan Robot Boston Dynamics?
iPhone SE Bakal Unggulkan Fitur Video 4K?
Pendiri Oculus VR : Harga Segitu Sangat Pas Untuk PlayStation VR
Setelah melaporkan tindak pencurian uang yang dialaminya, pemerintah Bangladesh beserta The Fed mengakui bahwa sistem mereka dibajak. Namun hingga kini mereka masih menyebutkan kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan.

"Tidak ada bukti bahwa ada upaya menembus sistem The Fed, selain itu, tidak ada bukti yang dapat ditanggapi," demikian pernyataan The Fed.

Pernyataan tersebut merupakan tanggapan atas pernyataan Menteri Keuangan Bangladesh yang megatakan, pemerintahnya akan mengambil tindakan hukum kepada The Fed.

Sementara itu, Gubernur Bank Sentral Bangladesh Atiur Rahman mengundurkan diri karena kejadian pembobolan akun bank tersebut. Bangladesh sendiri telah mengumpulkan tim ahli siber yang percaya bahwa pembobolan melalui dunia maya bisa dilakukan.

Hacker tersebut ditengarai telah memasang malware yang membidik Bank Bangladesh. Malware itu diyakini memungkinkan para hacker untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana Bank Bangladesh bertransaksi dengan The Fed.

Hacker Minta Tarik Uang

Sebelumnya, pada 4 dan 5 Februari, para peretas ini mengirimkan berbagai permintaan untuk menarik uang dari akun Bank Bangladesh, menggunakan protokol kepada The Fed. Penerimanya adalah beberapa lembaga non pemerintah di Filipina dan Sri Lanka.

Empat permintaan pertama dari para peretas ini berhasil dipenuhi. Sementara permintaan kelima, ditolak oleh bank perantara, yakni Deutsch Bank. Sebab, peretasnya saat itu salah mengeja huruf yang seharusnya "foundation" tetapi tertulis "fandation".

Deutsch Bank kemudian meminta izin lebih lanjut dari Bank Bangladesh untuk menghentikan transaksi. Sayangnya, hacker telah berhasil membawa kabur uang US$ 81 miliar dan memindahkannya ke rekening bank di Filipina.

Kejadian tersebut menunjukkan betapa buruknya pengelolaan keamanan moneter di Bangladesh.

"Saya tidak dapat memberikan pernyataan tentang hal tersebut, sebab saya tidak mendapat informasi itu dari bank sentral. Bahkan, saya baru melihat berita di media," kata Menteri Keuangan Bangladesh.

Menurut Kaspersky Lab, setelah Bangladesh mengintegrasikan sistem perbankan online-nya, mereka terus mendapatkan ancaman kejahatan siber.

Pelajaran penting yang dipetik dari kejadian ini adalah, pemerintah harus fokus pada pengembangan sumber daya manusia. Bahwa, orang-orang yang dipilih menjabat harus memiliki kemampuan sepadan mengingat risiko yang harus dihadapinya.

Selain itu, perlu diperhatikan bahwa ketelitian harus diutamakan. Sebab merujuk kasus tersebut, pembobolan akun bank dapat dihentikan karena si peretas kurang keterampilan dalam mengeja sebuah kata.

Hal itu menimbulkan pertanyaan serius atas integritas sistem transfer uang berbasis kode Swift. Karenanya, pihak berwenang harus dapat menilai kembali proses verifikasi transfer dana internasional.

(Tin/Isk)
Sumber

Newest
Previous
Next Post »